Artikel ini diterjemahkan dan diadaptasi dari versi asli berbahasa Spanyol yang terbit di Los Bosques
Pada suatu fajar di bulan September, hutan-hutan rawa di San Francisco, sebuah komunitas kecil di Amazon Peru, mulai terbangun. Memecah keheningan, keluarga-keluarga di sana mengenakan sepatu bot karet dan berangkat bersama, berjalan hati-hati melewati air setinggi lutut untuk mencapai aguajal—hutan Mauritia flexuosa yang menyimpan banyak buah aguaje matang.
Gugusan pohon palem Mauritia flexuosa menjulang tinggi di hutan itu. Buahnya yang berwarna merah menyala menonjol di antara rimbunan pepohonan tersebut. Dikenal sebagai aguaje, buah ini merupakan sumber vitamin, simbol budaya, dan sumber pendapatan penting. Di seluruh wilayah aguajal, diperkirakan 50 ton buah ini dikonsumsi setiap hari.
Namun, para pemanen harus menjelajahi hutan lebih dalam setiap musimnya. Seiring makin sedikit pohon palem yang tersisa di dekat rumah mereka, keluarga-keluarga itu kini menjelajah lebih jauh ke Cagar Alam Nasional Pacaya Samiria—di mana tidak hanya manusia, tetapi juga jaguar, macaw, dan tapir, bergantung pada rawa-rawa ini untuk bertahan hidup.
Ketika palem ditebang
Memanen aguaje tidaklah mudah. Pohon palem itu tumbuh setinggi 25 hingga 35 meter di atas dasar rawa. Selama beberapa dekade, praktik yang umum dan tercepat justru yang paling merusak: menebang pohon palem untuk mengambil buahnya. “Suami saya yang memotong pohon palem dan saya yang memisahkan buahnya,” kata Kandy, sekretaris komunitas San Francisco. Setiap karung dijual dengan harga sekitar Rp98 ribu, memberikan tambahan pendapatan yang penting bagi keluarga yang sebelumnya bergantung pada perikanan, pertanian, dan perburuan.
Namun, penebangan pohon palem ini memiliki konsekuensi tersembunyi. Hanya pohon palem betina yang menghasilkan buah, sedangkan pohon palem jantan menghasilkan serbuk sari. Ketika pohon palem betina ditebang, kerugiannya bersifat permanen: lebih sedikit buah untuk generasi mendatang dan masa panen, lebih sedikit makanan untuk satwa liar, dan lebih sedikit karbon yang tersimpan di tanah gambut di bawah rawa itu. “Setiap tahun aguaje jadi kian jauh,” kata Roberto Núñez, seorang pemanen dari Chanchamayo. “Terkadang kami tidak menemukannya sama sekali.”
“Kami selalu berpikir menebang pohon palem adalah cara tercepat. Namun sekarang kami tahu bahwa jika pohon palem betina tumbang, tempat itu tidak akan pernah berbuah lagi,” tambah Kandy, merenungkan perubahan sudut pandang tersebut.
1 palm
Sumber daya yang kian menipis
Ekosistem rawa tempat palem aguaje tumbuh subur ternyata lebih kompleks daripada yang terlihat. Selain menghasilkan buah, rawa-rawa palem ini membantu mengatur siklus air di wilayah tersebut, menyediakan habitat bagi flora dan fauna yang unik, serta bertindak sebagai penyangga alami bagi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Aguajal adalah ekosistem lahan gambut Amazon yang paling representatif di Peru, dan ekosistem ini sangat penting bagi cadangan karbon negara itu,” jelas Kristell Hergoualc’h, ilmuwan senior di Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). Selama berabad-abad, dekomposisi lambat daun dan akar palem yang gugur di tanah yang tergenang air itu telah membentuk lapisan gambut yang tebal—tanah gelap dan kenyal yang menyimpan karbon dalam jumlah sangat besar.
Namun keseimbangan hutan rawa palem ini rapuh. “Jenis pemanenan ini, yang terdiri atas penebangan pohon palem betina secara selektif, menimbulkan emisi gas rumah kaca dan mengubah ekosistem,” kata Hergoualc’h. “Makin berkurangnya jumlah pohon palem, makin sedikit pula makanan bagi hewan. Dan seiring makin sedikitnya akar dan kian sedikitnya serasah yang menyuburkan tanah, pembentukan gambut pun melambat, mengurangi kapasitas rawa tersebut untuk menyimpan karbon.”
Bekerja sama dengan para mitra lokal, Hergoualc’h memimpin sebuah proyek untuk merancang bersama praktik pengelolaan aguaje yang berkelanjutan dengan masyarakat dan para pembuat kebijakan setempat. Tujuannya agar panen bisa terus berlanjut dan hutan tetap mempertahankan perannya dalam melindungi iklim.
2 palm
Pendekatan kolaboratif
“Permintaan terhadap buah aguaje makin meningkat dan hal ini juga menciptakan kerentanan bagi sumber daya tersebut jika tidak dikelola dengan baik,” ujar Gabriel Hidalgo, ahli biologi di Institut Penelitian Amazon Peru (IIAP), sebuah lembaga yang terkait dengan Kementerian Lingkungan Hidup Peru
Dalam sebuah lokakarya yang baru-baru ini diadakan di komunitas San Francisco dan Chanchamayo, warga berbagi upaya mereka untuk mengubah praktik pemanenan. Di San Francisco, misalnya, penduduk setempat menjelaskan bahwa dengan dukungan dan bimbingan dari Dinas Nasional Kawasan Konservasi Alam Peru (Sernanp), mereka belajar cara memanjat pohon palem aguaje dan hanya memotong tandan buahnya tanpa menebang pohon palem tersebut. “Ini keuntungan besar, karena dengan cara ini pohon palem akan terus berbuah hingga 40 tahun,” kata Belvi Lopez, petugas kota komunitas tersebut.
Namun, memanjat pohon saja barulah permulaan. Pemanenan berkelanjutan membutuhkan lebih dari itu: program pelatihan yang komprehensif, strategi pengelolaan, dan kerangka peraturan yang disesuaikan dengan realitas lokal. “Masyarakat adalah kunci pelaksanaan setiap proyek yang bertujuan untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan, karena merekalah yang pada akhirnya akan menjalankan dan menyusun strategi-strategi ini,” tegas Hergoualc’h.
3 palm
Itulah sebabnya proyek ini didasarkan pada partisipasi. “Sangat penting untuk memahami dinamika wilayah dan sosial-ekonomi setiap komunitas dan, atas dasar itu, merancang solusi bersama mereka,” ujar Alonso Pérez, peneliti di Instituto del Bien Común (IBC). Melalui proses partisipatif yang menerapkan perspektif gender dan antargenerasi, proyek ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas lokal, mendukung pembentukan komite pengelolaan, dan memfasilitasi pelaksanaan rencana pengelolaan yang dipimpin masyarakat. Rencana ini menetapkan hak dan tanggung jawab dalam pemanenan berkelanjutan, sekaligus memandu pemantauan sumber daya hutan yang dipimpin masyarakat.
Menghasilkan informasi akurat
Menurut Peta Lahan Basah Loreto, luas hutan aguajal mencakup lebih dari 5 juta hektare di wilayah tersebut. “Namun, tidak semua rawa palem sama,” kata Hidalgo. Masyarakat lebih mengenal ekosistem mereka daripada siapa pun, tetapi perangkat yang mereka miliki untuk memantaunya terbatas.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, IIAP bekerja sama dengan masyarakat untuk membangun petak-petak pemantauan yang mengukur kedalaman gambut dan melacak perubahan di lapangan. Bersamaan dengan itu, drone yang dioperasikan dengan dukungan dari Sernanp mengambil citra udara hutan rawa palem itu. Hasil citra udara ini kemudian diproses dengan perangkat lunak khusus IIAP untuk memperkirakan kepadatan pohon palem dan memetakan luas hutan tersebut.
Kombinasi pengukuran lewat petak permukaan tanah dan citra udara ini memungkinkan mereka untuk memetakan luas aguajal dan mengestimasi jumlah pohon palem yang ada. “Data akurat ini akan digunakan untuk merancang rencana pengelolaan yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah,” ujar Hidalgo.
Namun, tantangan pengelolaan aguajal yang berkelanjutan lebih dari kondisi hutan itu sendiri. “Tidak semua masyarakat memahami peraturan kehutanan dan banyak persyaratan sering kali menjadi hambatan dalam memformalkan pengelolaannya,” kata Pérez.
4 palm
Para peneliti kini sedang berupaya mengidentifikasi tantangan sekaligus peluang yang dapat memperkuat dan meningkatkan penghidupan keluarga yang berkomitmen melestarikan pohon palem aguaje yang masih berdiri. “Tugasnya adalah memahami rantai nilai dan para aktornya secara lebih baik, mengidentifikasi peluang, dan memastikan semua pihak berpartisipasi agar manfaatnya dapat dirasakan secara adil,” ujar Pérez.
Bagi para pemimpin lokal, perubahan sudah dimulai. “Kami tahu tidak semua orang di sini bisa memanjat pohon palem untuk meraih aguaje. Namun, dengan lokakarya mendatang ini, orang-orang akan belajar metode baru dan menjadi lebih termotivasi,” kata Apu Alexandro, pemimpin komunitas tersebut. Belvi, petugas kota, setuju: “Seiring waktu, pola pikir kami akan berubah. Kami akan menjaga agar sumber daya aguaje tetap dekat dan mendukung keluarga kami, baik sekarang maupun di masa mendatang.”
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai topik ini, Anda dapat menghubungi Kristell Hergoualc’h di k.hergoualch@cifor-icraf.org
Acknowledgements
Proyek pengelolaan berkelanjutan lahan gambut rawa palem oleh masyarakat lokal ini dipimpin oleh CIFOR-ICRAF bekerja sama dengan Instituto del Bien Común (IBC), Masyarakat Hukum Lingkungan Peru (SPDA), dan Institut Penelitian Amazon Peru (IIAP). Proyek ini didanai melalui Darwin Initiative Pemerintah Inggris.
Tim peneliti dengan sepenuh hati mengucapkan terima kasih atas dukungan Cagar Alam Nasional Pacaya Samiria dan masyarakat San Francisco dan Chanchamayo selama kunjungan lapangan dan lokakarya pada Juni 2025.
Sesuai dengan preferensi peserta, beberapa nama keluarga tidak disebutkan.









