Peringatan hari satwa liar atau World Wild Life Day 2017 memilih fokus pada generasi muda dengan tajuk “Dengarkan Generasi Muda”. Fokus pada generasi muda merupakan pilihan terbaik. Mereka adalah generasi yang akan mewarisi alam, dalam konteks keseluruhan bentang alam, sumber daya, tata kelola dan berbagai dampak dari apa yang tengah terjadi saat ini.
Generasi muda – dan juga kita – perlu memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup untuk bisa terus menyuarakan dan menemukan jalan harmoni antara kehidupan manusia dan satwa liar. Untuk itu, CIFOR memilihkan data dan fakta mengenai kehidupan satwa liar terkini, kaitan dengan kehidupan dan penghidupan, serta masa depan kehidupan manusia dan satwa liar.
Makin langka, makin terancam
Di Ghana, perburuan mengakibatkan populasi 41 jenis satwa liar yang hidup dalam lima kawasan lindung menurun sebesar 76 persen antara tahun 1970 dan 1998, dan beberapa jenis satwa liar yang hidup di kawasan suaka telah punah sama sekali.
Penangkapan ikan berlebihan juga mengancam kehidupan hewan lainnya. Kaum muda dapat mendorong pemerintah untuk mengurangi kegiatan penangkapan ikan besar-besaran, yang terutama dilakukan oleh kapal-kapal besar penangkap ikan di Teluk Guinea.
Satwa liar dan penghidupan
Daging satwa liar merupakan sumber protein dan lemak yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan pada masyarakat pedesaan – di Afrika Tengah mencapai angka 80% — serta menjadi jaring pengaman penting pada musim-musim tertentu.
Menurut penelitian, kontribusi perdagangan daging satwa liar hasil perburuan terhadap perekonomian negara-negara di Afrika Barat dan Tengah, berkisar antara 42 juta dolar AS hingga 205 juta dolar AS per tahun.
Para konservasionis menyatakan, perburuan satwa liar daratan (terestrial) – mencakup mamalia, burung, reptil dan amfibi – untuk memenuhi kebutuhan pangan akan mengancam kelangsungan hidup sejumlah besar spesies dan membahayakan ekosistem hutan tropis.
Papua, Indonesia, November, 2006. Photo by CIFOR Center For International Forestry Research
Penelitian CIFOR dan laporan Secretariat of the Convention on Biological Diversity merekomendasikan pengelolaan lestari terhadap sumber daya daging satwa liar hasil buruan. Perlu dilakukan pendekatan berbeda bagi beragam spesies, dan pada berbagai kondisi dan situasi yang berbeda.
Spesies dengan laju pertumbuhan populasi intrinsik lambat, dan sangat bergantung pada keberadaan habitat asli atau tidak terganggu – seperti gorila – merupakan spesies yang rentan terhadap perburuan berlebihan.
Ekowisata dan REDD+
Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia dan termasuk dalam kelompok negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Potensi ekowisata dengan mempromosikan satwa langka, selain mendatangkan pendapatan bagi pengelola daerah konservasi dan masyarakat setempat, juga dapat meningkatkan kesadaran pentingnya hutan dan upaya melindunginya.
Ekowisata disarankan oleh sebagian pihak menjadi salah satu alternatif penghidupan masyarakat hutan dalam mekanisme REDD+, sebuah skema global pemberian kompensasi finansial dari negara maju untuk negara berkembang yang melindungi hutan dari deforestasi dan degradasi. Namun, terlepas dari iming-iming tambahan pendapatan, perlu disadari bahwa kegiatan ekowisata hanya berupa fungsi tambahan dari upaya konservasi.
Masa depan harmoni pelestarian dan pembangunan
- Indonesia menjadi rumahbagi sekitar 515 spesies mamalia — lebih banyak dari negara mana pun. Indonesia juga merupakan tempat hidup 184 spesies mamalia yang terancam punah di dunia, termasuk orang utan dan gajah sumatra, harimau dan badak
- Konservasi satwa liar yang dilakukan masyarakat di Botswana ternyata dapat meningkatkan populasi satwa liar, sekaligus pendapatan masyarakat.
- Hasil studi DFID mengenai kemiskinan dan satwa liar menyimpulkan bahwa sekitar 150 juta orang masih sangat tergantung pada satwa liar untuk dikonsumsi atau dijual. Pariwisata satwa liar bisa menjadi pilihan menarik bagi wilayah terpencil.
- Pembalakan hutan mengganggu kehidupan satwa liar, memicu kelangkaan beberapa jenis satwa liar, dan memutus rantai makanan satwa liar.
- Kurang lebih 50.000 sampai 60.000 orang utan tersisa dapat ditemukan di taman-taman nasional. Lebih banyak lagi yang hidup di gugus-gugus hutan yang terfragmentasi akibat pembangunan. Sebanyak 22 Persen distribusi orang utan ditemukan di daerah yang dilindungi. Namun, sebanyak 29 persen – atau hampir sepertiga dari semua habitat orang utan – ditemukan di wilayah-wilayah produksi kayu.
- Masyarakat lokal adalah pemangku kepentingan vital dalam perang melawan perdagangan ilegal satwa liar. Namun, model berbasis masyarakat tidak lantas mengganti tindakan negara dalam mengatasi perdagangan alam liar.
- Masyarakat lokal juga relatif memiliki pengetahuan kontekstual, serta dapat menjadi “mata dan telinga” di lapangan dalam mendukung konservasi. Pemantauan dan pelaporan lokal dapat lebih terarah, efisien dan berkelanjutan dibanding aksi tingkat negara.
- International Union for the Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan lebih dari dalam kurun waktu 60 tahun terakhir, populasi orang utan di Kalimantan telah menurun sebanyak 50% . Dan kurang lebih 63 persen hutan yang ada di Kalimantan saat ini tidak cukup untuk melestarikan populasi orang utan.
- Burung kakatua Malukutermasuk dalam daftar kategori hewan paling terancam punah di dunia pada Convention on International Trade in Endangered Species (CITES). Tinggal sebanyak 60.000 ekor burung kakatua maluku masih dapat ditemukan dalam populasi liar di Pulau Seram.









